15 Mei 1960 – 13 Juli 2021
PEMIMPIN Redaksi Terasmedan.co R. Bambang Soedjiartono wafat pada 13 Juli 2021 pukul 20.45. Setelah memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Bambang kembali ke Medan. Dia menjadi koresponden majalah Tempo di Medan. Bambang juga pernah menjadi komisioner di Komis Penyiaran Indonesia. Dia juga aktif di Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Sebagai wartawan senior, Bambang dikenal sebagai wartawan yang suka membantu dan menjadi rujukan wartawan yang lebih muda. Berikut kesaksian sejumlah wartawan tentang sosok Bambang Soedjiartono yang muncul di Facebook pada 13 Juli 2021.
Darma Lubis
Sejak kau masih jurnalis di Majalah D&R, aku sudah mengenalmu. Lalu di MBM Tempo kau menjadi mentorku untuk liputan investigasi. Rasanya banyak sekali kenangan yang tak mungkin kulupakan. Termasuk mengubek-ubek permukiman di pinggir Sungai Deli di Kelurahan Sukaraja. Kita berdua memasuki kawasan yang kala itu dikenal cukup rawan narkoba dan kejahatan lainnya. Tapi kau tak perduli. Kau merangsek di permukiman dan membuat para warganya gusar.
Dedy Kurniawan
Pertama mengenalnya awal tahun 2001 hanya beberapa bulan sebelum Koran Tempo terbit perdana. Idealis, bijak, ramah dan santun adalah kesan yang saya tangkap saat pertama kali mengenalnya. Saya masih ingat dengan salah satu liputan Mas Bambang yang dimuat di Majalah Tempo tentang patgulipat pengurusan surat-surat kenderaan di kantor samsat. Dengan lugas, ditulisan itu tertera jumlah jatah masing-masing pimpin dari hasil patgulipat itu.
Diurnanta
Saya mulai akrab dengan beliau saat membidani pendirian Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan pasca Reformasi 1998. Beberapa kali pertemuan bersama para pengurus lain, sering berdiskusi di sekretariat AJI pertama di ruang kecil Hotel Garuda Plaza. Walaupun kami akrab, jujur saya segan dengan beliau sebagai jurnalis Tempo di Medan waktu itu karena nama besar Tempo dan kompetensinya yang mumpuni. Waktu itu saya sering meliput berita investigasi dunia hiburan malam dan menulis features untuk Koran Mimbar Umum, selanjutnya di Majalah Dunia Wanita dan Siaran Minggu Waspada serta Majalah Popular Jakarta dimana saya menjadi kontributor Medan. Kadang ia memberi pujian liputan tersebut di depan orang. Hal yang bikin saya segan karena beliau pakar investigasi dan sering beliau memberi motivasi dan membagi infor menarik untuk diliput.
Fahrizal Fahmi Daulay
Mas Bambang banyak membantu saya menyesuaikan diri selama menjalani pelatihan di Tribun yang cukup berat. Di ruang pantry lah kami sering berdiskusi. Mas Bambang tidak pelit ilmu, apalagi berbagi pengalaman. Layaknya seorang guru, dia bagikan kisahnya kepada wartawan muda termasuk saya. Bahkan setelah setahun mengabdi, engkau menjadi pendukung di belakang saat terjadi gesekan di ruang redaksi. Hampir saja saat itu mau menyerah pada keadaan. Tapi dirimu berusaha menenangkan., “Udah, tenang. Biasa nih kalau terjadi masalah begini. Yang penting kau tetap kuat. Biar mas Bambang yang hadapi dia.”
Tazli Mohammed
Jelang terbitnya Tribun Medan, aku termasuk dalam dua pasukan reporter liputan khusus yang dipandu oleh Mas Bambang Soed mengerjakan liputan investigasi. Banyak pengalaman yang mengundang tawa saat kami berdiskusi soal progress hasil liputan. Termasuk saat ditugaskan untuk mencari polantas yang mau jujur kalau dia suka terima duit pungli. Awalnya aku gak percaya itu bakal berhasil, seperti mission imposible, ternyatan dapat. Kau orang baik yang tak pelit berbagi ilmu tentang bagaimana cara mengerjakan liputan investigasi.
Didik L Pambudi
Mas Bambang Soed adalah senior pertama yang banyak mengajarkan jurnalisme kepadaku. Sebagai wartawan baru, aku tentu butuh banyak bimbingan dari senior. Lantaran kantor beritaku mengutamakan penulisan feature, maka guru terbaik ya Mas Bambang Soed. Sebab majalah Tempo memang mewajibkan wartawannya piawai menulis feature. Begitulah Mas Bambang Soed, selalu menjadi tempat bertanya tanpa ia pernah berkeberatan menjelaskannya. Baginya kemerdekaan berkreativitas adalah hak segala orang.
Tuex Kedan
Dulu saat masih jadi wartawan Sumut Pos kami sering ketemu dan berkomunikasi di gedung dewan atau di Pemprovsu jaman gubernurnya alm. Rizal Nurdin. Beliau sering mengajari aku tentang wartawan yang independen dan idealism. Katanya “wartawan itu harus menggunakan data dan fakta= cek ke TKP dan ricek ke sekitarnya”. Pembahasan ini terjadi ketika kasus “Nur Intan Membobol Pemprovsu”.