Home Teras News Migrasi Fotografi Dengan Rasa Seni Rupa

Migrasi Fotografi Dengan Rasa Seni Rupa

269
ALEX LUTHFI R, Paradoks, 120 x 150, Fotografi Mix Painting on Canvas, 2023.

By Raihul Fadjri

Terasmedan – Ketika tiap orang saat ini bisa memotret dan menghasilkan foto apa saja dengan hanya berbekal vitur kamera pada telpon pintar, sejumlah orang masih mau bersusah-susah mengeksplorasi teknik dan media untuk menghasilkan karya fotografi dengan rasa fine art.

Aspek rasa inilah yang coba dimunculkan sejumlah seniman fotografi pada pameran bertajuk Migrasi#2 di Galeri Pandeng, kampus Fakultas Seni Media Rekam, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, 23 Februari – 4 Maret 2023. Pada pameran yang diikuti 25 peserta dari Indonesia dan Malaysia ini, sejumlah seniman fotografi tidak cuma menjepret subject matter tertentu lalu mencetaknya di atas kertas, tapi mereka mengolah citraan foto dengan bentuk lain dengan berbagai teknik dan media.

Tengok karya Alex Luthfi R, dosen Fakultas Media Rekam ISI Yogyakarta yang bertajuk Paradoks (2023), berupa potret seekor babi betina yang menyurukkan kepalanya ke dalam bentuk rumah. Alex yang merupakan sarjana seni lukis ini memadukan bentuk realis hasil jepretan kamera foto dengan goresan kuas berupa struktur bentuk geometris dengan warna dominan merah dan putih di atas media kanvas. “Paradoks, metafor babi dan rumah lumbung sebagai ketahanan pangan bocor digerogoti, dimakan oleh mereka,” tulis Alex pada keterangan karyanya.

Sedang M.A. Roziq (1978) pada karya bertajuk Breakfast bermain dengan teknik yang mengolah bahan resin menjadi hamparan jejeran bentuk pistol berlapis citraan transparan potongan roti tawar dengan kulit coklatnya di atas media aluminium.

Tengok pula karya Achid Librianto Agung Pamungkas (1976) bertajuk Dalam Beku (2023). Achid menghadirkan nuansa kekerasan lewat citraan foto berupa borgol dengan tetesan darah dan warna merah memenuhi bidang kanvas. “Semua unsur rupa: warna, garis, ruang dan bidang merupakan faktor penting dalam penciptaan karya fotografi saya,” ujar fotografer profesional ini.

Suasana mencekam saat raungan sirine ambulance yang tak henti membawa mayat pada masa epidemi Covid-19 dihadirkan seorang dokter psikiatri, Albert Maramis lewat karyanya bertajuk Time Warp. Bagi dokter yang juga menyibukkan diri dengan dunia fotografi ini, bencana epidemi global yang menakutkan itu juga membawa dampak terbukanya berbagai terobosan dalam pelayanan kesehatan.

Beragam teknik, media pada karya yang dipajang pada pameran ini menggambarkan fungsi dan kegunaan
fotografi sebagai alat atau media perekam gambar (momen estetik) sudah semakin luas. “Berbagai ide bisa direpresentasikan ke dalam ruang foto dengan cara yang bebas, keluar dari sopan-santun berfotografi,” tulis Alex Luthfi dalam teks pengantar pameran.

Pameran Migrasi#2 ini makin menegaskan konsep pameran Migrasi#1 yang digelar pada 2022, bahwa seniman fotografi di dalam proses berkaryanya sudah maju pesat, mengikuti
perkembangan konsep estetika seni rupa murni. Dampak dari persentuhan itu, ruang kreativitas menjadi semakin terbuka dan tidak sebatas pada
pendokumentasian moment estetik semata. “Fotografi sudah menjadi media ekspresi seni, citra estetikanya berdasarkan visi dengan ide-idenya yang absolut,” ujar Alex.

“Seorang seniman fotografi, oleh apresiator dihargai atas kemampuannya menghadirkan nilai-nilai keindahan (estetika) dalam karya seninya.”

Dunia fotografi semakin kompleks dengan tak lagi sekadar memotret realitas lewat kamera foto